Rabu, 03 Maret 2010

Menanggapi Gugatan Uji Materi Terhadap UU Penistaan Agama

WASPADAI ”VIRUS” PLURALISME AGAMA
(Menanggapi Gugatan Uji Materi Terhadap UU Penistaan Agama)
Oleh : Asep Nurdin, S.Th.I, M.Pd
(Penais Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan/Alumni Ponpes Darussalam Ciamis)

Saat ini, umat Islam di Indonesia diusik kembali oleh AKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) yang berencana menggugat uji materi terhadap UU Nomor 5/1969 tentang penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. Setelah beberapa waktu yang lalu AKBB berusaha keras membela keberadaan Ahmadiyah padahal Maysarakat Muslim menolak dan menginginkan Ahmadiyah dibubarkan.
Dalam rencana gugatannya tersebut, AKBB tidak bekerja sendirian namun didukung oleh LSM lainnya yang mempunyai ideologi yang sama, seperti; Imparsial, ELSAM, PBHI, Demos, Perkumpulan Masyarakat Setara, Desantra Foundation dan YLBHI. Mereka beranggapan bahwa keberadaaan UU tersebut tidak rasional dan memasung kebebasan manusia Indonesia untuk beragama dan berkeyakinan atau pluralisme agama. Apa itu pluralisme agama ?, dan bagaimana pandangan Islam tentang pluralisme agama ?.

Konsep Pluralisme Agama
Pluralisme agama (Religius Pluralism) dalam pengertiannya yang sederhana adalah suatu paham (isme) yang memandang semua agama adalah sama sebagai jalan menuju Tuhan. Artinya, semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju Tuhan yang sama. Dikatakan demikian, karena agama merupakan sebuah persepsi manusia yang relatif terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga setiap pemeluk tidak boleh mengklaim atau menyakini bahwa agamanya lebih benar atau lebih baik dari agama lain; atau mengklaim bahwa hanya agamanya sendiri yang benar.
Dalam tradisi agama-agama, pluralisme merupakan salah satu cara pandang teologis yang menganggap bahwa agama-agama lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk mencapai kebenaran yang sama. Selain pluralisme, ada eksklusivisme dan inklusivisme. Eksklusivisme adalah paham yang memandang bahwa agama-agama lain adalah salah. Adapun inklusivisme merupakan suatu paham yang memandang agama-agama lain sebagai bentuk implisit dari agama kita.
Dari ketiga pendekatan teologis di atas, nampaknya pluralisme menjadi sorotan penting bagi kalangan tokoh agama. Paham ini ibarat ”virus” yang menyerang hampir semua agama-agama di dunia. Klaim-klaim kebenaran mutlak atas masing-masing agama mulai digerogoti oleh ”virus” ini. Bahkan, karena menganggap agama adalah sama, seorang pluralist berpendapat bahwa untuk menuju Tuhan bisa dilakukan dengan cara apa saja. Syariat dipandang sebagai hal yang tidak penting, hanya sekedar teknis atau cara menuju Tuhan (aspek eksoteris). Sedangkan yang penting adalah aspek batin (aspek esoteris).
Karena pandangannya tersebut, seseorang mau menganut agama apapun tidaklah penting yang penting amal kebajikannya. Dengan kata lain, iman atau pengakuan bukanlah hal penting, yang lebih penting adalah amal yang baik. Seorang iman atau tidak kepada Allah dan Nabi Muhammad tidaklah penting, yang penting adalah berbuat baik dengan sesama dan tidak menyakiti orang lain.

Pandangan Islam terhadap Pluralisme Agama
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwanya tanggal 29 Juli 2005 telah menyatakan bahwa paham prulalisme agama bertentangan dengan Islam dan haram umat Islam memeluk paham ini. MUI mendefenisikan pluralisme sebagai paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran agama adalah relatif, oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup bedampingan di surga.
Paham pluralisme semacam itu jelas-jelas menjadi racun yang melemahkan keimanan dan keyakinan akan kebenaran Islam. Islam tegak di atas landasan syahadatain, yakni pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Jadi, Islam bukan hanya percaya kepada Allah, tetapi juga mengakui kebenaran kerasulan Muhammad. Dalam konteks ini, Nabi Muhammad saw bersabda : ”Islam adalah bahwasannya engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau menegakan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa Ramadhan dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah-jika engkau berkemampuan melaksanakannya” (HR. Muslim)
Dalam hadis lain Nabi Muhammad saw bersabda : ”Demi dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorangpun baik Yahudi maupun Nashroni yang mendengar tentang diriku dari Umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa kecuali ia akan menjadi penghuni neraka (HR. Muslim)
Islam secara tegas membedakan antara orang yang beriman dan beramal sholeh dengan orang kafir. Ada istilah-sitilah baku dalam konsep Islam; seperti muslim, mukmin, kafir, munafik dan sebagainya. Kaum kafir dibagi ke dalam dua golongan; kafir ahlul kitab dan kafir musyrik. Walaupun status mereka kafir, namun Islam melarang untuk memaksa mereka masuk Islam. Artinya, Islam mengakui dan menerima keberagaman beragama atau mengakui pluralitas agama tetapi Islam tidak mengakui kebenaran semua agama (pluralisme agama).
Lalu, bagaimana konsep Islam tentang nasib orang-orang di luar Islam yang berbuat kebajikan?. Apakah amal kebajikan mereka akan diterima?. Sebagaimana telah dikemukakan di muka, bahwa pluralisme memandang iman atau pengakuan bukanlah hal penting, yang lebih penting adalah amal yang baik. Seorang iman atau tidak kepada Allah dan Nabi Muhammad tidaklah penting, yang penting adalah berbuat baik dengan sesama dan tidak menyakiti orang lain.
Menurut Adian Husaini, MA, pendapat semacam itu tidaklah mendasar sama sekali. Allah sangat murka karena diserikatkan dengan yang lain. Ibaratnya ada seorang anak yang berkata kepada ibunya : ”Wahai ibu, aku akan senantiasa berbuat baik kepada ibu dan saudara-saudara saya yang lain, tetapi maaf, saya tidak mengakui bahawa ibu adalah ibu saya”. Tentu anak semacam itu akan dicap anak durhaka. Maka, dalam soal iman yang dituntut kepada manusia adalah mengakui dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Karena itu dalam konsep Islam, iman menjadi syarat sahnya satu amal, jika seorang bukan muslim, maka ia tidak terkena kewajiban shalat dan zakat. Karena syarat sahnya amal adalah Islam.

Allah swt berfirman :
”Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun, dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya” (QS. Annur : 39)

Terakhir, paham pluralisme agama yang memandang semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama, jelas-jelas pendapat yang bathil dan haram hukumnya bagi umat Islam menganut paham tersebut. Oleh karena itu, umat Islam menolak keras gugatan uji materi terhadap UU Penistaan agama yang dilakukan AKBB dan antek-anteknya. Sebagai muslim, kita berharap agar uji materi UU penistaan agama tidak dikabulkan oleh MK demi kemaslahatan kehidupan beragama di bumi pertiwi ini. (Sumber Pluralisme Agama; Parasit Bagi Agama-Agama karya Adian Husaini, MA dan sumber-sumber lainnya)