AKTUALISASI DIRI DALAM MENGISI KEMERDEKAAN RI
DAN MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN
Oleh : DEDE WAHID HASIM, S.Ag, M. Pd.I.
(Penyuluh Agama Islam Kec.Cilimus)
Pendahuluan
Kewajiban puasa ini bukan sesuatu yang baru dalam tradisi keagamaan manusia.
Puasa telah Allah wajibkan kepada kaum beragama sebelum datangnya Nabi
Muhammad Saw. Ini jelas terlihat dalam firman Allah berikut :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah:
183).
Ayat ini menegaskan tujuan final dari disyariatkannya puasa, yakni
tergapainya takwa. Namun, perlu diingat bahwa ketakwaan yang Allah janjikan
itu bukanlah sesuatu yang gratis dan cuma-cuma diberikan kepada siapa saja
yang berpuasa. Manusia-manusia takwa yang akan lahir dari "rahim" Ramadhan
adalah mereka yang lulus dalam ujian-ujian yang berlangsung pada bulan
diklat itu.
Tak heran kiranya jika Rasulullah bersabda :
"Banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkn apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan haus" (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah).
Mereka yang berpuasa, namun tidak melakukan pengendapan makna spiritual puasa, akan kehilangan kesempatan untuk meraih kandungan hakiki puasa itu.
Amalan dalam menyambut bulan ramadhan
Lalu apa yang mesti kita lakukan? Beberapa hal berikut ini mungkin akan bisa
membantu menjadikan puasa kita penuh rahmah, berkah, dan bermakna:
Pertama, mempersiapkan persepsi yang benar tentang Ramadhan. Bergairah dan tidaknya seseorang melakukan pekerjaan dan aktivitas, sangat
korelatif dengan sejauh mana persepsi yang dia miliki tentang pekerjaan itu.
Hal ini juga bisa menimpa kita, saat kita tidak memiliki persepsi yang
bernar tentang puasa. Oleh karena itulah, setiap kali Ramadhan menjelang Rasulullah mengumpulkan para sahabatnya untuk memberikan persepsi yang benar tentang Ramadhan itu. Rasulullah bersabda:
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan. Allah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan doa. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakan kalian pada para malaikat-Nya. Maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari kalian. Karena orang yang sengsara adalah orang yang tidak mendapat rahmat Allah di bulan ini." (HR. Ath-Thabrani) .
Ini Rasulullah sampaikan agar para sahabat - dan tentu saja kita semua -
bersiap-siap menyambut kedatangan bulan suci ini dengan hati berbunga.
Maka menurut Rasulullah, sungguh tidak beruntung manusia yang melewatkan
Ramadhan ini dengan sia-sia. Berlalu tanpa kenangan dan tanpa makna apa-apa.
Persepsi yang benar akan mendorong kita untuk tidak terjebak dalam
kesia-siaan di bulan Ramadhan. Saat kita tahu bahwa Ramadhan bulan ampunan,
maka kita akan meminta ampunan pada Sang Maha Pengampun. Jika kita tahu
bulan ini bertabur rahmat, kita akan berlomba dengan antusias untuk
menggapainya. Jika pintu surga dibuka, kita akan berlari kencang untuk
memasukinya. Jika pintu neraka ditutup kita tidak akan mau mendekatinya
sehingga dia akan menganga.
Kedua, membekali diri dengan ilmu yang cukup dan memadai. Untuk memasuki puasa, kita harus memiliki ilmu yang cukup tentang puasa itu.
Tentang rukun yang wajib kita lakukan, syarat-syaratnya, hal yang boleh dan
membatalkan, dan apa saja yang dianjurkan. Pengetahuan yang memadai tentang puasa ini akan senantiasa menjadi panduan pada saat kita puasa. Ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan kita untuk meningkatkan kwalitas ketakwaan kita serta akan mampu melahirkan puasa yang berbobot dan berisi. Sebagaimana yang Rasulullah sabdakan:
"Barang siapa yang puasa Ramadhan dan mengetahui rambu-rambunya dan
memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan, maka itu akan menjadi
pelebur dosa yang dilakukan sebelumnya." (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi).
Agar puasa kita bertabur rahmat, penuh berkah, dan bermakna, sejak awal kita
harus siap mengisi puasa dari dimensi lahir dan batinnya. Puasa merupakan
"sekolah moralitas dan etika", tempat berlatih orang-orang mukmin. Latihan
bertarung membekap hawa nafsunya, berlatih memompa kesabarannya, berlatih
mengokohkan sikap amanah. Berlatih meningkatkan semangat baja dan kemauan.
Berlatih menjernihkan otak dan akal pikiran.
Puasa akan melahirkan pandangan yang tajam. Sebab, perut yang selalu penuh
makanan akan mematikan pikiran, meluberkan hikmah, dan meloyokan anggota
badan. Puasa melatih kaum muslimin untuk disiplin dan tepat waktu, melahirkan
perasaan kesatuan kaum muslimin, menumbuhkan rasa kasing sayang,
solidaritas, simpati, dan empati terhadap sesama.
Tak kalah pentingnya yang harus kita tekankan dalam puasa adalah dimensi
batinnya. Dimana kita mampu menjadikan anggota badan kita puasa untuk tidak
melakukan hal-hal yang Allah murkai.
Dimensi ini akan dicapai, kala mata kita puasa untuk tidak melihat hal-hal
yang haram, telinga tidak untuk menguping hal-hal yang melalaikan kita dari
Allah, mulut kita puasa untuk tidak mengatakan perkataan dusta dan sia-sia.
Kaki kita tidak melangkah ke tempat-tempat bertabur maksiat dan kekejian,
tangan kita tidak pernah menyentuh harta haram.
Pikiran kita bersih dari sesuatu yang menggelapkan hati. Dalam pikiran dan
hati tidak bersarang ketakaburan, kedengkian, kebencian pada sesama,
angkara, rakus dan tamak serta keangkuhan. Sahabat Rasulullah, Jabir bin Abdullah berkata :
"Jika kamu berpuasa, maka hendaknya puasa pula pendengar dan lisanmu dari dusta dan sosa-dosa. Tinggalkanlah menyakiti tetangga dan hendaknya kamu bersikap tenang pada hari kamu berpuasa. Jangan pula kamu jadikan hari berbukamu (saat tidak berpuasa) sama dengan hari kamu berpuasa."
"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan dia mengamalkannya maka Allah tidak menghajatkan dari orang itu untuk tidak makan dan tidak minum." (HR. Bukhari dan Ahmad dan lainnya).
Memperat Ukhuwah sebagai Manifestasi Mengisi Kemerdekaan
Allah swt. menurunkan ayat-ayat-Nya dalam Al-Qur'an untuk dibumikan dan sangat mungkin dibumikan, sebab ayat-ayat Al-Qur'an secara keseluruhan adalah ayat-ayat hidup dan untuk kepentingan makhluk hidup, demi kesejahteraan mereka saat ini dan saat mendatang. Ternyata, dalam sejarah peradaban manusia ukhuwah semacam itu pernah terwujud dan dicatat. Fenomena ukhuwah dalam kehidupan para sahabat Rasulullah saw. pada masa keemasan dan kejayaan umat ini. Ukhuwah mereka ternyata dapat mengguncang mereka yang dicap Allah sebagai musuh-musuh dakwah Islam, baik dari kalangan orang tak beragama maupun dari kalangan umat beragama non muslim sekalipun.
Persaudaraan dan kebersamaan para generasi awal Islam itulah yang pernah membuat para pengkaji Islamologi dan sebagian pemikir Barat tercengang. Saat mereka membaca sejarah Khubaib bin Adi yang tidak rela bebas dari penyiksaan kuffar dan hidup senang, sementara Rasulullah saw. hidup tersiksa dan sengsara, bahkan sekedar terluka. Saat mereka menyimak sejarah seorang sahabat Thalhah yang rela memberikan makanan malamnya yang tersisa diberikan kepada seorang tamu Rasulullah SAW.
Saat mereka saling membahu membangun parit besar dalam rangka mempertahankan diri dan kota Madinah dari serangan pasukan koalisi (ahzab) di tahun ke 5 Hijriyah. Saat mereka hidup berdampingan ibarat saudara kandung, saling memberi dan lapang dada antara kaum muhajirin dan anshar. Ukhuwah yang tak tertandingi dalam perjalanan sejarah manusia sebelum dan sesudah itu. Apa gerangan rahasianya? Simak dan renungkan ayat-ayat suci dalam surat Al-Hujurat: 10, surat Ali Imran ayat 103, surat Al-A'raf, dan surat al-Anfal.
Dalam ayat-ayat tersebut Allah swt. menyatakan, bahwa ukhuwah Islamiah: 1. Didasarkan pada iman yang kokoh (Al-Hujurat: 10) 2. Dilandaskan pada proses ta'liful qulub (keterpautan hati), (Ali Imran: 103) 3. Keterpautan hati bukan semata-mata rekayasa dan upaya manusia, tetapi ia juga merupakan rahmat dan karunia Allah swt. (al-Anfal) 4. Sementara rahmat Allah swt. secara simultan hanya dapat diraih oleh orang-orang yang bertakwa sebenarnya, komitmen kuat dengan ajaran Allah dan memiliki tingkat tawakkal yang tinggi (al-A'raf).
Karenanya, Allah swt. mengawali ayat perintah menegakkan amar makruf nahi munkar dengan perintah beriman, bertakwa haqqa tuqaatihi, dan realisasi keislaman selama hidup (Ali Imran: 102). Selanjutnya, Allah memerintahkan i'tishom (berpegang dalam himpunan dengan tali Allah swt., yakni ajaran-Nya yang lurus), jangan bercerai berai, agar terwujud ta'liful qulub (keterpautan hati) yang diawali dengan kebersihan hati dalam berislam dan berjuang membela Islam, sehingga ukhuwah dapat terjalin di antara kita (Ali Imran: 103).
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa ukhuwah akan terjalin di antara orang-orang yang bertakwa dengan sebenar-benar takwa. Sedangkan, takwa merupakan tujuan ibadah shaum selama bulan Ramadhan. Karena itu, bulan Ramadhan hendaknya dijadikan sebagai bulan penempa diri untuk menjadi orang-orang yang siap untuk berukhuwah. Ramadhan dijadikan sebagai peluang mewujudkan masyarakat harmonis, sekaligus sebagai momen menunjukkan jati diri umat yang mencintai integritas bangsa dan negara serta siap menghadapi upaya-upaya disintegtrasi bangsa di negeri yang kita cintai ini.
Peningkatan keimanan di bulan Ramadhan menjadi sangat menentukan tertanamnya prinsip ukhuwah dalam diri setiap muslim. Karena keimanan itulah yang melandasi amal-amal ibadah selama Ramadhan khususnya shaum, agar diterima dan diridhai Allah SWT.
Demikian juga aplikasi keimanan berupa aktivitas-aktivitas ibadah selama Ramadhan, menjadi penentu cita-cita terwujudnya ukhuwah islamiah. Karena, aktifitas ibadah merupakan indikator sikap takwa yang didasarkan keimanan, sekaligus merupakan faktor penyebab turunnya rahmat Allah swt. berupa ta'liful-qulub (keterpautan hati). Ta'liful qulub ini sebagaimana dijelaskan di atas merupakan 'soko guru' bagi ukhuwah islamiah.
Karenanya, berbagai syariat di bulan Ramadhan kebanyakan bernuansa kebersamaan yang merupakan salah satu bentuk dari ukhuwah islamiah. Sebut saja misalnya shalat tarawih berjamaah, shalat shubuh berjamaah, yang dilakukan tidak seperti biasanya dilakukan sebagian umat di luar Ramadhan, mendengarkan kuliah shubuh, ifthar jama'i (buka puasa bersama), makan sahur bersama, i'tikaf dan lainnya.
Demikian pula zakat dan anjuran sedekah di bulan Ramadhan, secara kontekstual memberikan makna yang dalam dari salah satu bentuk ukhuwah islamiah. Karena, sikap kepedulian kepada sesama adalah sikap yang didasarkan pada nilai-nilai kasih sayang dan cinta kepada sesama. Kasih sayang dan cinta merupakan wujud dari persaudaraan.
Refleksi zakat dan sedekah dalam kehidupan sosial adalah hidup sepenanggungan. Tanpa pandang bulu dan tanpa melihat status sosial tertentu, sang muzaki siap hidup bersama sepenanggungan, berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Bahu membahu dalam menghadapi masalah hidup.
Si kaya bukan berarti terbebas dari malapetaka dan musibah yang pada saat-saat tertentu memerlukan bantuan si miskin papa. Demikian juga si miskin papa yang taat beragama, di banyak kesempatan memerlukan keberadaan si kaya yang berada di lingkungannya.
Penutup
Ada beberapa saran dalam menjalin ukhuwah sebagai bentuk mengisi kemerdekaan dan menyambut datangnya bulan Ramadhan:
1. Jaga kebersihan hati. Hati adalah panglima bagi sikap dan perilaku setiap orang,, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw. Karenanya, kebersihan hati merupakan faktor utama masuk surga Allah swt. Sebab, hanya orang yang bersih hatinya yang mendapatkan kenikmatan berjumpa dengan Allah swt. kelak di akhirat, sebagaimana dalam firman-Nya, "Pada hari tidak ada manfaat harta dan anak-anak kecuali ia yang menghadap Allah dengan hati yang bersih". Bersih dari noda syirik, noda riya, kotoran ghill (kemarahan) dan hasud (dengki).
2. Tingkatkan amal-amal ibadah secara kontinyu.
3. Terlibat dalam kegiatan kajian-kajian keislaman. Pemahaman yang benar dan tepat akan memunculkan saling mencintai dan tumbuh keberanian untuk saling menasehati.
4. Terlibat dengan aktifitas kebersamaan, seperti ifthar jama'i, i'tikaf bersama, kepanitiaan program-program tertentu dan lain-lain.
5. Budayakan musyawarah dengan lingkungan kerja keislaman. "Wa amruhum syuro bainahum."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar