ILMU TANPA BIMBINGAN MORAL, HANCUR !
Oleh : Asep Nurdin, S.Th.I, M.Pd
(Penyuluh Agama Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan)
Peperangan terjadi lagi, kali ini antara tentara Israel dengan pasukan pejuang Hizbullah Lebanon. Serangan roket telah dilakukan oleh tentara Israel terhadap Lebanon. Akibat serangan tersebut banyak bangunan hancur dan banyak korban yang tak berdosa meninggal dunia. Aksi ini tentu saja membuat berang masyarakat dunia, khususnya masyarakat muslim, mereka rame-rame berdemo menentang peperangan antara Israel dan Lebanon tersebut. Bukan tanpa alasan mereka menentang karena aksi yang dilakukan Israel benar-benar tidak manusiawi. Betapa mudahnya tentara Israel menggunakan roket, senjata atau alat-alat perang lainnya hanya untuk membunuh sesamanya. Mereka telah lupa, untuk apa roket, bom, senjata tersebut dibuat? kenapa semua itu digunakan hanya untuk menghancurkan manusia? bukankah untuk perdamaian? apakah ada yang salah dengan roket, bom dan senjata perang lainnya?
Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah (modern) di samping penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang-bidang seperti kesehatan, transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi. Namun dalam kenyataannya apakah ilmu selalu merupakan berkah dan kesejahteraan bagi manusia?. Roket, bom atau bahkan nuklir sebagai sebuah produk keilmuan, akhir-akhir ini semakin tidak menguntungkan manusia. Betapa tidak, semakin canggih persenjataan dibuat semakin tak menjadi berkah buat manusia.
Persenjataan adalah sebuah produk dari ilmu. Sedangkan ilmu itu sendiri merupakan hasil karya perorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Sekiranya hasil karya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan maka dia diterima sebagai bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan digunakan dan bermanfaat bagi masyarakat tersebut. Atau dengan perkataan lain, penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu bersifat sosial. Newton atau Edison contohnya, dia adalah individu yang telah mengubah wajah peradaban melalui ilmunya.
Jelasnya kiranya bahwa seorang yang berilmu atau ilmuwan mempunyai tanggungjawab berat bagi individu dan juga masyarakatnya. Bukan saja karena dia adalah warga masyarakat, yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Ilmuwan harus bertanggungjawab agar produk keilmuan sampai dan bermanfaat bagi kesejahteraan manusia.
Ilmuwan adalah manusia yang cerdas, karena kecerdasannya itulah dia berilmu. Persoalannya, benarkah makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan kebenaran, makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia yang mempunyai penalaran tinggi makin berbudi, atau semakin cerdas maka makin pandai berdusta ?
Tidak bisa dipungkiri, dalam tahap perkembangannya, ilmu telah banyak disalahgunakan oleh ilmuwannya sendiri. Mereka menciptakan ilmu bukan untuk kesejahteraan manusia bahkan sebaliknya ilmu diciptakan untuk memerangi dan menguasai manusia. Sebagai contoh, banyak ekonom (ilmuwan dalam bidang ekonomi) yang menggunakan ilmu ekonominya bukan untuk kesejahteraan manusia, politikus yang menggunakan ilmu politiknya bukan untuk kemakmuran manusia, hakim yang menggunakan ilmu hukumnya bukan untuk keadilan manusia, agamawan yang menggunakan ilmu agamanya bukan untuk kerukunan dan kedamaian manusia dan masih banyak lagi.
Sudah sejak awal al-Qur’an menyintir dan memperingatkan manusia mengenai masalah ini. Ketika Allah SWT menciptakan Adam a.s, Ia memberinya ilmu. Bahkan dengan ilmu, manusia diakui eksistensinya (existence). Apabila manusia hanya memiliki wujud dan tidak memiliki ilmu, ia akan sedikit memiliki arti. Selanjutnya al-Qur’an menjelaskan ketika Allah menciptakan Adam, ia memberitahu Malaikat. Mereka mengatakan, “mengapa Engkau akan menciptakan makhluk di bumi yang akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah? sedangkan kami di sini memuji kesucian-Mu dan memuji keagungan-Mu”. Dalam jawabannya Allah tidak menyangkal sangkaan yang ditujukan kepada Malaikat tetapi hanya mengatakan: “Aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui”.
Kemudian setelah menciptakan Adam, Allah mempertemukan mereka (para malaikat dan Adam). Kemudian Ia bertanya kepada malaikat: “beritahu aku nama benda-benda ini?”. Malaikat menjawab: “Allahu akbar kami tidak tahu kami hanya mengetahui apa yang sudah engkau beritahukan kepada kami, kami tidak mengetahui selain itu.” Tetapi Adam yang telah diberi oleh Allah kemampuan untuk menguasai pengetahuan dapat menunjukan nama benda-benda itu. Jadi manusia mempunyai kapasitas besar untuk menguasai ilmu. Sementara malaikat atau makhluk lain tidak mempunyai kemampuan itu.
Ada sisi lain dari gambaran di atas. Disebabkan oleh kemampuan akal, manusia dapat menyingkap pengetahuan dan karena pengetahuanya itu manusia memiliki rasa tanggungjawab (sense of responsibility). Jika anak kecil diberikan sebuah pedang, mungkin dia akan mencelakakan dirinya, kecuali jika ia memiliki rasa tanggungjawab yang dapat mengontrol dirinya. Manusia dengan kecakapan kognitifnya yang besar mampu mengungkap pengetahuan tapi biasanya tidak memiliki pengetahuan tentang tanggungjawab moral. Inilah yang disinggung oleh Allah dalam akhir surat Al-Ahzab : “Kami tawarkan amanat Kami kepada langit dan bumi dan gunung-gunung (seluruh makhluk), tetapi mereka enggan membawanya dan khawatir mengkhianatinya dan manusia membawanya. Sesungguhnya manusia itu zalim dan amat bodoh” (QS.33:72).
Kesenjangan antara kekuatan pengetahuan manusia dan ketidakmampuannya memikul tanggungjawab moral yang timbul dari pengetahuan, menjadikan ilmu tidak lagi mambawa kesejahteraan bagi manusia. Bukan karena ada masalah dalam ilmu pengetahuan, tapi manusia telah menyalahgunakan ilmu pengetahuan.
Ilmu tentang atom misalnya, telah ditemukan para Saintis Barat. Namun sebelum mereka berpikir untuk membuat listrik dari penemuan itu atau memanfaatkannya untuk hal-hal yang menguntungkan, mereka menciptakan bom atom. Sekarang setelah pembuatan dan penumpukan bom, mereka malah menggunakannya untuk sesuatu yang merugikan manusia.
Apapun bentuknya, ilmu adalah baik dan membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Bahkan sesuatu seperti sihir, disebut pula ilmu. Apapun yang mengekspos sesuatu yang baru pada pikiran adalah ilmu. Ilmu tidaklah buruk tapi penyalahgunaannya yang buruk.
Kuningan, 1 Agustus 2006
Penulis,
Asep Nurdin, S.Th., M.Pd
Sabtu, 23 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar