Rabu, 06 April 2011

HATI-HATI DENGAN PENYAKIT AL-WAHNU

HATI-HATI DENGAN PENYAKIT AL-WAHNU
Oleh : Asep Nurdin
(Penais Kec. Lebakwangi Kab. Kuningan)

Rasulullah SAW bersabda : “Kalian akan menjadi ajang rebutan umat lain bagaikan makanan dalam mangkuk.” Para Sahabat bertanya, “apakah jumlah kami sedikit pada waktu itu, ya Rasulullah?. Rasulullah saw menjawab, “jumlah kalian pada saat itu banyak sekali, namun kalian bagaikan buih air banjir. Dan sesungguhnya Allah akan menacabut rasa takut dari dada musuh-musuh kalian, dan Allah SWT akan memasukkan al-wahnu dalam relung hati kalian.” para sahabat bertanya lagi, “Apa al-wahnu itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab, “cinta dunia dan takut mati” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Empat belas abad yang lalu, Rasulullah saw secara gamblang dan jelas telah memberikan penggambaran kepada para sahabatnya mengenai keadaan kaum muslimin pada masa akan datang sebagaimana hadis di atas.

Kini, penggambaran Nabi tersebut terasa sangat nyata di hadapan kita, kaum muslimin di dunia jumlahnya telah mencapai lebih dari satu milyar dan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Namun, angka yang fantastis ini tidak menjadikannya kaum muslimin kuat dan maju, malah sebaliknya menjadi umat yang lemah dan terbelakang seperti buih air banjir yang terombang-ambing kesana kemari tanpa punya arah tujuan.

Dalam kitabnya limadza al-Islam, Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa umat Islam sudah menjadi umat terbelakang di bidang industri, pertanian, iptek maupun dalam seluruh aspek kehidupan. Umat Islam menjadi umat yang tidak diperhitungkan oleh orang lain dan menjadi umat yang berserakan padahal umat Islam jumlahnya banyak. Kenapa demikian?. Karena kaum muslimin telah dihinggapi penyakit “al-wahnu”. Yaitu penyakit “cinta dunia dan takut mati.”

Cinta dunia dan takut mati merupakan dua perilaku yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Karena keduanya berpijak di atas pola pikir materialisme. Materialisme adalah suatu paham yang memandang dunia materi sebagai kehidupan yang realistis, sebaliknya alam ukhrawi merupakan kehidupan maya, khayalan dan tidak realistis.

Pengarang buku Islam At The Crossroad menyatakan bahwa materialisme adalah penyembahan terhadap kemajuan materi dan kepercayaan bahwa dalam hidup ini tiada tujuan lain selain membuat hidup semakin lebih mudah dan tidak tergantung dari alam.

Materialisme ibarat ”virus” yang telah merasuki sendi-sendi kehidupan manusia saat ini. Manusia menjalani hidup hanya untuk memperoleh kekuasaan dan kesenangan. Akibatnya, muncul kelompok-kelompok yang saling bermusuhan dan ”berperang” demi untuk memperoleh kekuasaan dan kesenangan.

Materialisme menciptakan manusia-manusia yang moralnya terbatas pada masalah kebutuhan praktis belaka, yang ukuran kebaikan dan kejahatan tertingginya adalah keberhasilan materi. Perilaku-perilaku konsumtif, hedonis, dan prestise merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya materialisme ini.
Di samping itu, materialisme menciptakan manusia-manusia yang takut mati. Karena mereka memandang kehidupan dunia sebagai kehidupan yang pertama dan yang terakhir, tidak ada kehidupan lagi setelah kehidupan dunia. Seorang materialist tidak peduli terhadap peningkatan rohani, kesalehan dan persiapan untuk keakhiratan. Yang dipikirkan hanyalah kemajuan materi sebagai modal mencari kesenangan.

Barangkali materialisme inilah yang sedang merasuki kaum muslimin saat ini. Materialisme yang menumbuhkan sikap cinta dunia dan takut mati. Padahal, cinta dunia dan takut mati sangat bertentangan dengan akidah Islam. Dalam Islam, di samping adanya kehidupan dunia, juga berkeyakinan adanya kehidupan akhirat. Kehidupan di dunia materi ini hanya bersifat sementara sebagai bekal untuk kehidupan akhirat yang kekal. Artinya, kehidupan di alam akhirat lebih realistis dibandingkan kehidupan di alam dunia. Namun demikian, bukan berarti harus melupakan kehidupan dunia.

Sebagaimana dalam al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 77, Allah swt berfirman :
”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”

Dalam ayat lain, Allah swt berfirman :

“Katakanlah: “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun. Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.”[An-Nisaa, 4:77-78]

Dalam konteks yang sama, Rasulullah saw bersabda :
”Yang terbaik di antara kalian bukanlah orang yang beramal untuk dunianya tanpa akhiratnya. Juga bukan orang yang beramal untuk akhiratnya saja dan meninggalkan dunianya. Tetapi yang terbaik di antara kalian adalah orang yang beramal untuk keduanya”.
Imam Ahmad mencatat riwayat dari Abu Dharda as,:
“Andai saja kamu mengetahui, apa yang engkau akan liat saat kematianmu, tentulah engkau tidak akan memakan segigitpun hidangan idamanmu, dan pula engkau tidak akan meminum lagi minuman lezat untuk memuaskan rasa dahaga mu yang tak terpuaskan”
Penyakit al-wahnu jelas-jelas sangat berbahaya. Sebagai muslim, kita harus yakin dan sadar bahwa kematian bukanlah akhir, namun sebuah permulaan untuk mencapai keadilan yang penuh rahmat dengan konsekuensi siksaan yang berat atau pahala yang indah. Dengan demikian akan terwujud manusia yang baik, masyarakat yang baik, keluarga yang baik karena dasar masyarakat yang baik adalah insan yang baik. Hanya akidahlah yang dapat memerbaiki manusia dan bila perorangan manusia baik maka masyrakatpun akan menjadi baik. Seseorang akan menjadi baik bila memperbaiki dirinya sendiri. Sebagaimana firman Allah SWT :
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”[Ar-Ra’d, 13:11].
Kalau menurut logika Marxis perubahan ekonomi dan produksi dapat merubah sejarah, maka logika al-Qur’an mengatakan “ubahlah diri anda sendiri maka sejarah akan berubah, ubahlah keadaan pada diri anda, niscaya Allah akan merubah nasib anda, dan keadaan anda akan bisa berubah dengan akidah yang benar. ©asepnurdin2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar