Selasa, 12 April 2011

MENINGKATKAN PROFESIONALISME PENYULUH AGAMA ISLAM MELALUI PENELITIAN

MENINGKATKAN PROFESIONALISME PENYULUH AGAMA ISLAM
MELALUI PENELITIAN
Oleh : Asep Nurdin, S.Th.I, M.Pd

Dalam keputusan MENKOWASBANGPAN No. 54/KEP/MK.WASPAN/ 9/1999 Tanggal 30 Seeptember 1999 tentang jabatan fungsional disebutkan bahwa penyuluh agama adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama.
Berdasarkan keputusan di atas, maka penyuluh agama merupakan orang atau tokoh agama yang sangat berperan dalam membina umat beragama guna meningkatkan keimanan ketakwaan dan kerukunan umat beragama serta memperkokoh NKRI.
Karena perannya yang sangat penting, sejak awal keberadaannya, penyuluh agama dijadikan sebagai ujung tombak Kementerian Agama (dulu Departemen Agama) dalam melaksanakan penerangan agama di tengah pesatnya dinamika perkembangan masyarakat di Indonesia.
Seoarang penyuluh agama Islam (khususnya) bisa dikatakan sebagai agen pengubah (agent of change) yang berkewajiban untuk menyeru dan mengajak masyarakat supaya meningkatkan pemahaman keagamaan (fikroh), spiritualitas (syu’ur) dan perilaku (suluk) yang tidak sesuai menjadi sesuai dengan tuntunan agama, sehingga membentuk sebuah masyarakat yang islami (al-mujtama’ al-islmi).
Untuk melaksanakan tugasnya tersebut, seorang penyuluh agama haruslah memiliki kualifikasi dan kompetensi tertentu, baik yang menyangkut kepribadian, pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional.
Penyuluh agama dan juga penyuluh-penyuluh bidang lainnya menurut Yoder (1999) harus harus memiliki kompetensi sebagai berikut :
1. Kompetensi administrasi, yakni tingkat kemampuan yang mencakup aktivitas di dalam merumuskan tujuan program bimbingan dan penyuluhan
2. Kompetensi perencanaan program, yakni tingkat kemampuan yang mencakup aktivitas dalam penentuan kebutuhan sasaran (client/konseli) program bimbingan dan penyuluhan, penentuan tujuan dari program, identifikasi potensi masyarakat, perencanaaan program, pengembangan jadwal kegiatan penyuluhan.
3. Kompetensi pelaksanaan program, yakni tingkat kemampuan yang mencakup aktivitas: kepemimpinan atau pemanduan di dalam perencanaan dan pelaksaan program,
4. Kompetensi pengajaran, yakni tingkat kemampuan yang mencakup aktivitas pengembangan perencanaan pengajaran, penyajian informasi, kegiatan bimbingan atau konseling, pelaksanaan prinsip pengajaran, perencanaan dan pengorganisasian kunjungan lapangan.
5. Kompetensi komunikasi, yakni kemampuan yang mencakup; mengontrol sikap dalam berkomunikasi, penyiapan publikasi dan penggunaan alat komunikasi, membangun komunikasi diantara dan sasaran serta pihak terkait.
6. Kompetesi pemahaman perilaku manusia, yakni kemampuan yang mencakup: menilai persepsi sosial, pengenalan budaya sasaran, identifikasi kelompok potensial dalam masyarakat sasaran, pengenalan perbedaan peta kognitif dan kelompok umur sasaran, dan mengidentifikasi dan mengenal perilaku sosial.
7. Kompetensi memelihara profesionalisme, yakni kemampuan yang mencakup: mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan profesionalisme, membangun integritas kepribadian dan moral, membangun integritas intelektual, dan membangun rencana untuk pengembangan profesionalisme
8. Kompetensi evaluasi, yakni kemampuan yang mencakup; penggunan pendekatan dan strategi dalam kerja penyuluhan, mengidentifikasi yang dibutuhkan untuk penelitian, kerjasama dengan lembaga penelitian, mempersepsi dan menggunakan temuan-temuan penelitian.

Dalam melaksanakan tugasnya di lapangan, penyuluh agama seringkali dihadapkan pada berbagai permasalahan, khususnya permasalahan yang menyangkut sikap keagamaan atau religiusitas masyarakat. Terlebih lagi di era globalisasi seperti sekarang ini, kehidupan keagamaan (religiusitas) masyarakat senantiasa mengalami fluktuasi akibat berbagai pengaruh yang datangnya dari luar.
Menghadapi persoalan tersebut, penyuluh agama dituntut untuk mampu mencari problem solving yang dihadapinya. Salah satu cara ilmiah untuk mencari problem solving terhadap suatu permasalahan adalah dengan melakukan penelitian.
Penelitian di kalangan penyuluh agama mungkin dianggap sesuatu yang “asing” karena jarang dan mungkin belum sama sekali dilakukan oleh para penyuluh agama. Di samping itu, adanya anggapan bahwa kegiatan penelitian hanya monopoli dosen, ilmuwan ataupun profesor saja. Tentu saja hal ini adalah keliru.
Dalam pengertiannya yang sederhana, penelitian (Hillway, 1956) adalah suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap permasalahan tersebut.
Dengan demikian, penelitian bisa dilakukan oleh siapapun yang ingin mencari pemecahan terhadap permasalahan yang dihadapinya. Terlebih lagi bagi penyuluh agama yang tentu saja mempunyai berbagai permasalahan yang perlu dicarikan solusinya.
Oleh karena itu, penelitian bagi seorang penyuluh agama sangatlah penting untuk mencari problem solving dari berbagai persoalan yang dihadapinya. Penelitian bagi penyuluh agama bisa menjadi alat untuk mengasah ketajaman intelektual dan proses berpikirnya, yang tentu akan berimbas tidak saja pada kualitas bimbingan dan penyuluhan di masyarakat semata. Namun, penelitian tersebut sangat berkontribusi terhadap pembangunan dan kemajuan SDM secara umum.
Penyuluh agama seharusnya tidak hanya berkonsentrasi pada rutinitas memberikan ceramah pada ”majelis taklim” saja. Melainkan juga harus selalu menyempatkan diri untuk menulis sebuah karya tulis yang ditunjang dengan penelitian terkait dengan problematika bimbingan dan penyuluhan agama yang dilakukannya.
Untuk membentuk keterampilan dalam kegiatan penelitian dan karya tulis ilmiah lainnya, pertama-tama penyuluh agama harus mempunyai minat baca dan tulis yang tinggi. Membaca dan menulis ini adalah modal dasar dalam melakukan sebuah peneltian. Selanjutnya, POKJALUH (Kelompok Kerja Penyuluh Agama) sebagai wadah pemberdayaan para penyuluh agama harus senantiasa mengadakan berbagai kegiatan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan penyuluh agama dalam penelitian. Misalnya, melalui kegiatan diskusi, pelatihan, bedah buku dan sebagainya. (dari berbagi sumber)

1 komentar:

  1. Terima kasih, tulisannya bagus untuk menambah khazanah kajian akademik bagi teman-teman penyuluh fungsional. Salam dari Kelompok Kerja Penyuluh Agama Islam Kota Yogyakarta, silaturrahim lebih lanjut bisa kunjungi di: penyuluhjogja.blogspot.com

    BalasHapus