Senin, 07 Desember 2009

artikel : FAKIR MENJADI KAFIR

FAKIR MENJADI KAFIR
Oleh : Asep Nurdin, S.Th.I, M.Pd
(Penyuluh Agama Islam Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan)

Kata “fakir” dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai orang yang dengan sengaja membuat dirinya kekurangan atau orang yang terlalu miskin. Adapun “kafir” artinya orang yang ingkar atau tidak percaya kepada Allah dan Rasulnya. Dengan demikian makna fakir menjadi kafir adalah orang yang dengan sengaja keadaan hidupnya terlalu miskin akan menyebabkan dia menjadi ingkar kepada Allah dan Rasulnya.
Judul di atas tiada lain kutipan dari salah satu Hadis Nabi yang terkenal. Nabi saw pernah berkata bahwa kefaqiran lebih dekat (menyebabkan-pen) kepada kekufuran.  Hadis ini mempunyai makna yang cukup dalam. Terlepas dari konteks aqidah agama, secara umum hadis ini mengandung makna bahwa seseorang yang faqir amat mudah untuk meninggalkan akidahnya apakah pindah ke akidah lain yang dapat memberikan perbaikan hidup ataupun tidak ingin memiliki akidah sama sekali.
Ada pedoman hidup yang klasik dan bagus: “Kenyang dulu baru ber falsafah”. Ini artinya seseorang yang ingin beragama dengan baik, sebaiknya dia mengisi perutnya terlebih dahulu biar kenyang, apabila perutnya kosong, yang terjadi justru sebaliknya, agama akan dicampakkannya begitu saja.
            Dalam konteks sosial, seseorang yang faqir amat mudah melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk melakukan kriminalitas. Bentuk-bentuk kriminalitas seperti pencopetan, pencurian, perampokan, penyalahgunaan narkoba, sampai kepada penjualan ABG (prostitusi) kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yang secara ekonomi tidak mampu. Dari fakta-fakta tersebut maka munculah sebuah tesis yang mengatakan bahwa angka krimilitas yang tinggi diakibatkan oleh angka kemiskinan yang tinggi.
Negara kita termasuk dalam jajaran negara berkembang, sebutan halus untuk negara yang miskin. Walaupun sumber daya alam negara ini begitu melimpah, tanah-tanahnya subur saking suburnya tongkat pun bisa jadi tanaman, tetapi semua itu belum mampu membuat rakyatnya sejahtera, tetapi sebaliknya hutang luar negeri yang semakin menumpuk membuat rakyat sengsara menanggung akibatnya. Dengan kondisi seperti ini, makanya tak heran jika kriminilitas tumbuh subur di negeri ini, salah satunya adalah korupsi yang telah merajalela.
            Sepertinya, kebanyakan para pejabat negara ini termasuk orang-orang miskin. Setidaknya miskin hati, betapa tidak, secara materi mereka bergelimang harta tetapi karena mempunyai penyakit sieun teu mahi tetap saja mereka berlomba-lomba menumpuk-numpuk harta dengan cara apapun, termasuk mencuri uang rakyat. Hati mereka faqir, karena faqir itulah mereka cenderung melakukan korupsi (kufur).
Tentang tabiat manusia seperti di atas, telah dilustrasikan oleh Nabi dalam sabdanya : “Seandainya manusia sudah memiliki emas sebesar gunung uhud niscaya dia tetap menginginkan emas sebesar itu lagi, dan apabila ia mendapatkannya ia akan minta lagi, lagi dan lagi” Manusia  seperti ini sering menjadi “hamba” dari hasratnya sendiri, dia selalu berfantasi untuk menjadi kaya dan berkuasa. Sehingga dia hidup dalam ”cara pikir kapitalis” amat rawan dan rapuh untuk tergoda menghancurkan jatidirinya bahkan agamanya.
Hati memegang peranan penting dalam hal ini, hati akan menjadi luas apabila manusia puas terhadap segala nikmat yang telah diterimanya. Tapi sebaliknya hati akan menjadi sempit dan miskin apabila manusia serakah. Keserakahan  mengakibatkan hati menjadi rusak, jasad juga ikut-ikutan rusak. Bahkan sistem nilai yang seharusnya ditaati ikut-ikutan rusak.
Untuk menghindari agar hati tidak rusak, Rasulullah memberikan resep kepada umatnya agar selalu bersikap qona’ah. Qona’ah bukan sekedar merasa puas dengan apa yang dimiliki. Kepuasan yang dimaksud merupakan hasil akhir yang didahului oleh 1). keinginan meraih sesuatu 2). usaha maksimal 3). keberhasilan dalam usaha 4). menyerahkan dengan sukacita apa yang telah diraihnya kepada yang butuh 5). puas terhadap apa yang diterima sebelumnya (Quraish Syihab : 1994).
Mengakhiri tulisan yang singkat ini, sebaiknya kita renungkan salah satu hadis Nabi Saw yang berbunyi : “Bukanlah termasuk kaya orang yang bergelimang harta tetapi kaya adalah kaya diri (hati)”
Wallahu’alam

Kuningan, Maret 2007
Penulis


Asep Nurdin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar