Senin, 07 Desember 2009

etos kerja seorang muslim

ETOS KERJA SEORANG MUSLIM

Oleh : Asep Nurdin, S.Th.I, M.Pd*

Secara etimilogi istilah “etos” berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang bermakna watak atau karakter. Terminologi “etos” berarti karakteristik, sikap, kebiasaan serta kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia.
Menurut Geerts (1973), etos kerja adalah sikap mendasar pada diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Menurutnya bekerja bagi seseorang merupakan identitas diri dalam kehidupannya. Adapun menurut Nurkholis Majid (1992), istilah etos sama padanannya dengan akhlak atau etika dalam Islam. Akhlak artinya kualitas essensial dan jiwa khas seseorang atau suatu kelompok, termasuk suatu bangsa. Dari jiwa khas itu berkembang pandangan tentang yang baik dan yang buruk, yakni etikanya.
Etos kerja berarti akhlak bekerja. Dalam al-Qur’an dan Sunnah Rosul yang merupakan sumber utama norma dan nilai bagi seorang Muslim, akan ditemukan banyak ayat dan Hadis yang mendorong seorang Muslim untuk memiliki etos kerja yang tinggi, yang merupakan salah satu ciri utama manusia yang berkualitas sebagai perwujudan dari akidah islamiyahnya. Allah SWT berfirman :
“Katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. At-Taubah : 105).
Sedikitnya ada tiga landasan yang harus diperhatikan kaitannya dengan masalah etos kerja bagi seorang Muslim, yaitu :

1.                  Landasan Iman
Iman adalah konsep. Realisasnya adalah amal/tindakan. Dalam al-Qur’an, banyak ayat-ayatnya yang mengaitkan iman dan amal sholeh (QS. An-Nahl : 97). Ini menunjukan bahwa konsep dan realisasi tidak bisa dipisahkan. Iman tanpa amal tak berarti apa-apa. Begitu juga amal tanpa konsep iman yang kuat, hampa nilai. Dalam sebuah Hadis Riwayat Imam Muslim, Nabi SAW bersabda :
“Mukmin yang kuat (berkualitas) jauh lebih baik dan lebih dicintai daripada mukmin yang lemah (tidak bermutu)”.
“Orang mukmin yang kuat” dalam pandangan Ibnu Taimiyah adalah seorang yang beriman kepada Allah dan aktif (bekerja) dalam hidup di dunia, dengan dijiwai pandangan bahwa dunia inipun dapat menyediakan kebahagiaan, selain kebahagiaan di akhirat yang lebih hakiki dan abadi. 
Dalam sebuah Hadis lain, Nabi SAW menegaskan bahwa nilai setiap bentuk pekerjaan itu tergantung kepada niat-niat pelakunya: jika tujuannya tinggi (seperti tujuan mencapai ridho Allah/ibadah) maka iapun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya rendah (seperti, hanya ingin memperoleh simpati sesama manusia), maka nilai kerjanya setingkat  dengan tujuannya itu.
Niat sama dengan komitmen. Komitmen seseorang dalam bekerja sangat menentukan tinggi-rendahnya nilai kerja. Dan komitmen adalah suatu keputusan sekaligus dorongan bagi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu. Dalam sabdanya, Nabi SAW mengisyaratkan bahwa seorang Muslim harus mempunyai komitmen/niat memperoleh ridho Allah dan Rosul-Nya dalam bekerja. Implikasinya, dengan komitmen seperti itu seorang Muslim akan  bersungguh-sungguh, tulus (ikhlas) serta memperhatikan nilai-nilai moral dan spritual dalam mengerjakan suatu pekerjaan. 
2.                  Landasan Ilmu (Profesionalitas)
Etos kerja sangat ditentukan oleh profesionalitas. Profesionalitas lahir karena ilmu dan pengetahuan. Ilmu dan pengetahuan tidak akan diperoleh tanpa pendidikan (belajar). Jadi, pendidikan mempunyai peran penting dalam menentukan tinggi-rendahnya etos kerja seseorang.
Al-Qur’an dan Sunnah mengajarkan kepada setiap Muslim untuk selalu membaca (belajar) dan menguasai ilmu (QS. Al-Alaq: 1). Tidak ada pekerjaan tanpa diberangi dengan ilmu. Dengan ilmu manusia mampu hidup di dunia dan dengan ilmu pula manusia bisa meraih akhirat.
Ilmu dapat menjadi pemicu manusia untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan diri dalam kehidupannya. Bahkan ilmu sama pentingnya dengan wujud (existence) manusia. Apabila manusia memiliki wujud dan tidak memiliki ilmu, ia hanya akan sedikit memiliki arti.
Dalam hal ini, Fazlurrahman (2000) berpendapat bahwa ilmu pengetahuan dalam Islam muncul agar manusia bertindak serta mengubah peristiwa yang sedang terjadi di dunia. Artinya seorang Muslim yang ingin merubah keadaan harus bertindak (aktif) atas dasar ilmu pengetahuan (profesionalitas). Pekerjaan yang tidak dilakukan atas dasar profesionalitas maka gagalah pekerjaan itu. Nabi SAW bersabda :
“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya”.
3.                  Landasan Manajemen dan Organisasi yang Kuat
Dalam menghadapi tantangan zaman seperti sekarang ini, landasan iman dan pendidikan tidak akan berjalan efektif tanpa adanya manajemen dan organisasi yang rapi dan teratur. Allah SWT berfirman :
“Sesunguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang rapi dan teratur seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh” (QS. Ash-Shaff : 4).
Kata-kata berhikmah yang sudah masyhur, tetapi belum terlealisasi dengan baik adalah “barang yang hak tanpa organisasi akan dikalahkan oleh barang yang batil dengan organisasi yang kuat”. Kiranya sudah bukan zamannya lagi seorang Muslim bekerja “asal jalan”. Perbaikan dan peningkatan kualitas  pendidikan, ekonomi,  sosial-budaya dan yang lainnya, semuanya sangat memerlukan kerapian dan kekuatan organisasi.
Masih banyak lagi hal-hal yang harus dimiliki seorang Muslim agar menjadi manusia Muslim yang berkualitas. Jika seorang Muslim bersungguh-sungguh berusaha mewujudkan ketiga landasan di atas atau kekuatan lainnya dalam bekerja, Insya Allah umat Islam akan mampu membangun umat yang berkualitas sehingga mendapat predikat sebagai khaira ummah (QS. Ali Imron : 110).
Wallahu a’lam.


            Cihideunggirang, September 2006
Penulis,




Asep Nurdin

 

 

 

 


 



















Terima kasih atas waktunya

Kalau kita berbicara tentang etos kerja dalam ajaran Islam sama artinya Islam berbicara tentang etyos kerja.
Secara defenitifdapat diketahui bawa etos kerja adalah karakter atau watak berkerja. Dari etos ini juga lahirlah etika. Nilai yang mendasari seseorang untk melakukan sesuatu dalam hal ini bekerja.
Dalam ajaran Islam, sudah menjadi menjadi taken for granted bagi Muslim mengenai etika berkeja ini. Banyak ayat dan hadis yang kaitannya dengan etos bekerja.
Misalnya kita ambil contoh hadis yang sudah tak asing lagi, innmal amali binnyat, sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. Kalau ditelusuri lenih dalam niat adalah komitmen. Sesorang beramal tergantung komitmennya sejak awal. Semakin tinggi dan mulya komitmen dalam berkeja semakin tinggi pula etos kerjanya, tapi sebaliknya semakin rendah komitmen seseorang dalam berkaj semakin rendah pula etos kerjanya.
Selanjutnya…..
            Kualitas pendidikan. Orang berkeja dengan baik harus didukung oleh profesionalitas. Profesionalitas tidak akan lahir tanpa pendidkan atau ilmu. Seseorang banyak melakukan sesutau tergantun ilmunya. Semakin banyak ilmunya semakin banyak dia berkeja atau beramal tanpa semakin sedikit ilmunya atau pendidikannyua semakin banyak pula melamannya. Jadi, faktor kedua untuk meningkatkan etos kerja yang tingi adalah kualitas pendidikan.
Saya pernaha kuliah S2 di IKIP Yogyakarya sekarang jadi UNY. Teman-teman kuliah saya kebanayakan dari PNS yang berasal  di lingkungan Kabpaten Bantul, ada yang guru, pegawai samapi staff.  Setelah saya telesuri ternyata mereka kuliah atas biaya dan dana Pemda. Bantul  berkeja sama dengan kampus UNY.pemda bantul dana APBD untuk mengkuliahan para pegawainya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga hampir 20 orang setiap tahun  Bantul .
Pertanyaannya adalah:
Sejauh manakah perhatian, dorongan pemda kuningan terhadap pendidkan para pegawainya? Berapakah dana yang dianggarkan untuk pendidikan para pegawai? .
           




* Penyuluh Agama Islam Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar