Senin, 07 Desember 2009

artikel : MENUMBUHKAN SEMANGAT DAKWAH BIL-QOLAM

MENUMBUHKAN SEMANGAT DAKWAH BIL-QOLAM
DI KALANGAN UMAT ISLAM

Oleh : Asep Nurdin, S.Th.I, M.Pd
(Alumni Pontren Darussalam Ciamis/
Penais Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan)

Istilah dakwah bil qolam mungkin tidak sepopuler dengan istilah dakwah bi lisan. Padahal keduanya mempunyai esensi yang sama, yaitu menyeru (berdakwah) umat manusia menuju kebaikan.
Secara istilah, dakwah bil qolam berasal dari dua suku kata, dakwah, artinya ajakan dan qolam, artinya pena atau tulisan. Kata dakwah itu sendiri berasal dari da’a - yad’u - da’watan, artinya seruan, ajakan atau panggilan.  Secara terminoligis dakwah adalah menyampaikan seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia agar menerima dan mempercayai keyakinan dan pandangan hidup Islam. Sebagaimana firman Allah swt :
“serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (qs. An-nahl : 125).
Adapun kata qolam merujuk kepada firman Allah swt surat al-qolam ayat 1 : “nun, perhatikanlah al-qolam dan apa yang dituliskanny.”. Qolam dalam ayat tersebut diterjemahkan sebagai pena (sebuah alat untuk menulis). Jadi, dakwah bil qolam maksudnya dakwah dengan menggunakan pena, atau tulisan melalui buku, artikel, buletin dan sebagainya. Karena melalui tulisan, dakwah bil qolam ini sering diidentikan dengan dakwah bil kitabah (dakwah melalui tulisan). Perbedaannya untuk yang pertama menunjukan subjek, senjata, atau alat. Adapun yang kedua menunjukan kepada objek, hasil atau produk gagasan.

Peran Strategis Media Informasi
Di era informasi seperti sekarang ini, media massa baik cetak maupun elektronik (internet) mempunyai kedudukan yang sangat penting. Selain sebagai media informasi yang menyuguhkan berbagai informasi dan berita-berita aktual, kehadirannya juga merupakan alat yang strategis untuk membentuk opini publik (public opinion) yang mempengaruhi dan mengendalikan pikiran, sikap dan perilaku manusia. Karena hampir ratusan atau bahkan ribuan orang setiap harinya berinteraksi dengan media massa.
Karena begitu strategisnya, media massa dijadikan sebagai sumber baru kekuasaan karena informasi di tangan banyak orang (the new source of power is information in the hand of many), dan siapa yang menguasai media massa, dialah pengendali dan penguasa dunia. Jalan pikiran dan sikap warga dunia bisa dikendalikannya melalui pembentukan opini publik.
Dalam kenyataan sekarang, arus informasi dunia dikuasai dan dikendalikan oleh the order (orang di luar Islam) yang memandang Islam sebagai musuh besar yang harus dilawan dan dihancurkan. Mereka melakukan “penjajahan” informasi melalui perang pemikiran dan budaya (ghazwul fikri dan tsaqofi), yakni mensosialisasikan nilai-nilai, pemikiran, dan budaya mereka ke dunia Islam, agar pola pikir dan gaya hidup umat Islam cenderung lebih berkiblat ke barat daripada taat pada aturan Islam. Hasilnya, paham-paham seperti materialisme, sekularisme, dan hedonisme telah banyak merasuki pola pikir dan tatanan kehidupan umat Islam saat ini.
Di satu pihak, umat Islam tidak memiliki ghiroh (semangat) untuk menjadikan media massa sebagai sarana strategis dalam memperjuangkan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Akibatnya, umat Islam hanya menjadi konsumen dan rebutan media massa lain yang tak jarang membawa informasi yang menyesatkan.
Realitas mengatakan, dari sekian banyak ulama Islam, sedikit sekali yang bergelut dalam dunia dakwah bil qolam. Kebanyakan dari mereka piawai melakukan dakwah dengan cara yang bilisan seperti, ceramah, tabligh, dan khutbah. Namun, tidak piawai menuangkannya dalam sebuah bentuk tulisan  terlebih lagi berusaha untuk mempublikasikannya dalam media massa.
Padahal, kalau melihat sejarah peradaban Islam, banyak ulama salaf yang mengabadikan dan menyebarluaskan pandangan-pandangan keIslamannya melalui tulisan (dakwah bil qolam). Mereka telah melahirkan sejumlah “kitab kuning” yang sampai saat ini masih digunakan sebagai buku teks kaum santri di pondok pesantren.
Sebagaimana kita ketahui, kemampuan menulis menjadikan seorang imam as-syafi’i bisa mewariskan ilmunya melalui kitab al-um, imam al-asqolani dengan kitabnya al-itqon, imam al-zamakhsary dengan kitab tafsir al-kasysyafnya, begitu juga dengan imam al-ghazali dengan kitabnya ihya ulumuddin, dan masih banyak lagi.
Dari kalangan ulama kontemporer, sebut saja misalnya yusuf qardhawi, muhammad abduh, jamaludin al-afgani. Mereka telah menggelorakan semangat pembaharuan dan kebangkitan Islam melalui dakwah bil qolam. Mereka mengetahui dan menyadari bahwa dakwah bil qolam merupakan sunnah yang harus diikuti dan dilestarikan.  Sebagaimana dicontohkan oleh nabi muhammad saw ketika beliau menulis surat yang berisi ajakan masuk Islam kepada kaisar persia.
Karena perannya sangat penting dan strategis, dakwah bil qolam semestinya menjadi perhatian serius umat Islam saat ini. Para ulama, muballig, ustad harus mampu menuangkan pandangan-pandangan keIslamannya dalam bentuk tulisan, baik dalam buku, koran atau media internet. Hal ini bisa dilakukan tanpa meninggalkan dakwah melalui format lama seperti khutbah, tabligh, ceramah dan dakwah bil hal.
Dakwah melalui tulisan mempunyai keunggulan dibandingkan dakwah dengan bentuk lain. Sebagai ilustrasi, ketika seorang muballig mengadakan pengajian di lapangan terbuka, maka yang dapat mendengarkan “hanya” sekitar 10 ribu orang. Tetapi, jika materi ceramahnya itu ditungankan dalam bentuk tulisan yang dipublikasin dalam media massa, maka materi tersebut dapat dibaca oleh seluruh umat yang ada di pelosok negeri ini, yang jumlahnya berlipat-lipat dari yang hadir di lapangan tadi.
Keunggulan lainnya, sebuah tulisan tidak akan punah dan lekang dari laju zaman dan waktu. Bahkan dengan tulisan, seseorang akan dikenang jasanya, diamalkan filsafahnya, yang semua itu akan menjadi amal jariah yang tidak pahalanya akan terus mengalir meskipun penulisnya sudah meninggal dunia.

Bagaimana memulai dakwah dengan cara tulisan?
Memulai kegiatan dakwah dengan tulisan, adalah dengan cara memulai menulis materi dakwah dalam bentuk naskah. Naskah adalah produk dari kegiatan menulis. Kegiatan menulis itu sendiri, biasanya diawali karena adanya ide atau pikiran. Suatu ide atau pikiran akan muncul karena adanya kegiatan membaca. ”Membaca” dalam arti luas tentunya, bukan ”membaca” teks saja, tetapi ”membaca” (mengamati) lingkungan sekitar.
Membaca dan menulis adalah kegiatan yang saling mendukung satu sama lainnya, ibarat dua sisi keping mata uang logam. Sehingga, untuk dapat menumbuhkan hasrat untuk menulis, harus diawali dengan menumbuhkan semangat membaca. Karena, tanpa adanya kegiatan membaca, ide atau pikiran yang akan dituangkan dalam tulisan pun tidak akan muncul.
Berikut ini adalah tips menumbuhkan semangat menulis materi dakwah yang bersumber dari berbagai tulisan.
Pertama, tulis apa yang kita ingat, baik yang pernah kita sampaikan dalam ceramah, ataupun yang kita ingat dari apa yang pernah kita baca. Jangan takut salah menulis. Bermutu ataupun tidak hasil tulisan tersebut, yang penting ”menulis” dulu, makin sering menulis, Insya Allah, tulisan kita akan berkembang menuju perubahan yang lebih baik. Karena,  banyak para penulis besar yang lahir dari pengalaman menulis secara otodidak bukan dari belajar ”ilmu menulis”.
Kedua, tulislah materi dakwah dengan gaya bahasa yang kita miliki. Kalau kebetulan kita seorang penyuluh agama atau muballigh yang sering berceramah dengan sedikit humor, maka tulislah materi ceramah tersebut sesuai gaya ceramah kita. Inilah yang dalam bahasa penulisan, diistilahkan dengan gaya penyampaian. Gaya penyampaian ini, antara penulis yang satu dengan yang lainnya tidak sama, karena tidak ada satu pun gaya penyampaian yang baku.
Ketiga, sebarkan  tulisan kita kepada orang-orang dekat dan dalam bentuk naskah yang paling sederhana terlebih dahulu. Seperti, naskah teks khutbah atau buletin dakwah sederhana yang di fotocopy dan disebarkan secara terbatas. Insya Allah, dibaca atau tidak naskah tersebut oleh orang yang kita beri, kita telah mendapat poin lebih (pahala) atas usaha dakwah yang kita lakukan. Lambat laun, usaha kita tentu saja akan berhasil, dengan syarat tetap istiqomah.
Sebagai penutup dari tulisan ini, marilah kita memulai menumbuhkan semangat dakwah bil qolam dalam diri kita masing-masing, terlebih lagi bagi seorang Penyuluh Agama Islam. Begitu strategisnya peran media massa, harus kita jadikan motivasi untuk siap menuangkan materi dakwah kita dalam bentuk tulisan, agar umat Islam, tidak selamanya menjadi konsumen, tetapi harus menjadi produsen media informasi. Wallahu a’lam.

Kuningan, 5 november 2009
Penulis,

Asep nurdin
               



Tidak ada komentar:

Posting Komentar