KAREKTERISTIK PAHLAWAN DALAM PANDANGAN ISLAM
(Penais Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan/Alumnus Pontren Darussalam Ciamis)
Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin, dan Pattimura adalah nama-nama yang sudah tidak asing lagi di telinga rakyat Indonesia. Mendengar nama-namanya, pikiran kita langsung terkenang pada perjuangan mereka dalam merebut dan memperjuangkan kemerdekaan. Kemerdekaan yang dirasakan bangsa ini adalah buah dari perjuangan gigih mereka. Maka pantas bagi mereka menjadi sosok para pahlawan bangsa.
Memberinya status pahlawan bagi para pejuang bangsa, tentu saja bukan keinginan dan tujuan mereka. Tapi keinginan bangsa ini, dalam upaya mengenang dan berterima kasih kepada para pejuang bangsa. Ini menandakan bangsa ini tidak lupa kacang akan kulitnya. Selain itu, setiap tanggal 10 November, bangsa ini memperingatinya sebagai hari pahlawan nasional untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan bangsa. Walaupun yang kita rasakan, mutu peringatan itu menurun dari tahun ke tahun. Kita sudah makin tidak menghayati makna hari pahlawan. Peringatan yang kita lakukan hanya sebatas mengenang kisah perjuangan pahlawan. Padahal yang jauh lebih penting adalah bagaimana kisah perjuangan dan karakter para pahlawan menjadi tauladan dan sumber inspirasi generasi berikutnya.
Karakter Pahlawan Menurut al-Qur’an
Kata pahlawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang berjuang dengan gagah berani dalam membela kebenaran. Dengan merujuk kata pahlawan yang tercatat dalam KBBI, menjadi pahlawan adalah hal yang memungkinkan bagi setiap orang, bahkan buruh tani sekalipun bisa menjadi pahlawan.
Namun di sisi lain, status kepahlawanan seseorang tergantung dari sudut pandang suatu komunitas terhadap sosok tersebut. Seseorang dipandang sebagai pahlawan oleh suatu komunitas, tetapi komunitas lainnya memandang orang tersebut sebagai pengkhianat atau pemberontak. Misalnya sosok Pangeran Diponegoro. Dalam tinjauan bangsa Indonesia, Pangeran Diponegoro adalah seorang pahlawan dalam merebut dan memperjuangkan kemerdekaan nusantara. Sebaliknya, dalam tinjauan pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, Pangeran Diponegoro adalah seorang pemberontak, sehingga harus ditumpas.
Dalam pandangan masyarakat Palestina, para aktivis HAMAS di Palestina adalah para pejuang yang memperjuangkan terbebasnya Palestina dari cengkeraman Israel. Sebaliknya, aktivis HAMAS dalam pandangan Israel adalah para teroris yang harus diperangi. Demikianlah, perbedaan sudut pandang dan kepentingan antar komunitas menyebabkan perbedaan penilaian terhadap status seseorang atau suatu kelompok.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dipaparkan karakteristik pahlawan menurut pandangan Islam yang berusmber dari al-Qur’an. Seseorang akan menjadi sosok ”pahlawan” dalam kaca mata Islam apabila telah memenuhi kriteria sesuai dengan al-Qur’an.
Dalam Al Quran, istilah yang digunakan untuk para pembela kebenaran, para kesatria atau pahlawan (dalam istilah sekarang) adalah rajul. Secara bahasa rajul berarti seorang laki-laki. Bentuk ganda (mutsanna) dari rajul adalah rajula-ni, sedang bentuk jamaknya adalah rijal. Para rijal ini ada pada setiap zaman, baik pada setelah Rasulullah Muhammad SAW diutus, maupun pada ummat-ummat terdahulu.
Bila kita mengkaji Al Quran, karakter rijal dapat ditemukan pada beberapa surat dalam Al Quran. Ciri-ciri (karakteristik) para rijal yang disebutkan dalam Al Quran adalah :
1. Menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah (untuk berjihad di jalan Allah).
Allah SWT berfirman: ”Di antara orang-orang mukmin itu ada rijal, yaitu orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya)” (QS. Al Ahzab [33]: 23).
2. Mendukung kebenaran, dan berani mengingatkan penguasa tiran.
Allah SWT mengisahkan rijal pada masa Fir’aun melalui firman-Nya : ”Dan seorang rajul yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: "Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena Dia menyatakan: "Tuhanku ialah Allah, padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu". Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta (QS. Al Mu’min [40]: 28).
3. Takut kepada Alloh, dan mengingatkan kaumnya untuk berjihad di jalan Alloh. Alloh SWT mengisahkan rijal pada masa Bani Israil melalui firman-Nya : “Berkatalah rajulani (dua rajul) diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman" (QS. Al Maidah [5]: 23).
4. Para rijal senantiasa mengingat Alloh, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka tidak dilalaikan oleh perniagaan dunia. Alloh SWT berfirman: “ Rijal yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang” (QS. An Nur [24]: 37).
5. Mensucikan diri dan memakmurkan masjid. Alloh SWT berfirman:
”Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada rijal yang ingin membersihkan diri. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih” (QS. At Taubah [9]: 108).
6. Memberikan saran yang baik kepada utusan Alloh demi tegaknya agama Alloh. Alloh SWT mengisahkan kisah seorang rajul di kalangan ummat Nabi Musa melalui firman-Nya: “Dan datanglah seorang rajul dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu" (QS. Al Qashash [28]: 20).
7. Mengingatkan kaumnya untuk mengikuti agama Alloh. Alloh SWT mengisahkan rijal pada masa Bani Israil melalui firman-Nya: “Dan datanglah dari ujung kota, seorang rajul dengan bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu" (QS. Yasin [36]: 20).
Dengan merujuk karakteristik rijal (pahlawan) dalam Al Quran di atas. Menjadi pahlawan saat sekarang, tidak mesti cakap menggunakan bambu runcing, tombak dan bayonet seperti pahlawan tempo dulu. Karena, musuh yang dihadapi saat ini bukan bala tentara kaum penjajah yang tidak berprikemanusiaan. Tapi, musuh kita saat ini adalah kemiskinan, kebodohan, KKN dan berbagai bentuk kemungkaran lainnya yang membuat rakyat Indonesia ”terjajah”.
Umat Islam dan Bangsa Indonesia pada umumnya sedang merindukan sosok pahlawan yang tidak lagi berperang dengan bambu runcing. Bukan juga pahlawan yang siap ”mati bunuh diri” hanya demi sebuah ideologi perjuangan. Apalagi pahlawan NATO (no action talk only) yang hanya pintar beretorika, namun nihil dalam tindakan. Akan tetapi, pahlawan yang mempunyai semangat kerja keras (ruhul jihad) untuk mewujudkan Indonesia yang damai, Indonesia yang adil, dan Indonesia yang sejahtera (hasanah) lahir dan batin (dunia dan akherat). Wallahu alam. (dari berbagai sumber)
Alamat Pengirim :
Asep Nurdin, S.Th.I, M.Pd
d/a. Dusun Puhun RT/RW : 03/03
Desa Cihideunggirang Kec. Cidahu
Kuningan JABAR 45595
Menjadi Pahlawan
Dibutuhkan pahlawan yang berani mengungkap skandal korupsi tanpa tebang pilih dan pilih-pilih buku pada seluruh lapisan birokrasi pemerintah dan peradilan di negeri ini. Dibutuhkan pahlawan yang berani membongkar kecurangan pada setiap proyek pembangunan yang konon selalu di mark up 45 % dari biaya proyek sebenarnya. Dibutuhkan pahlawan antikorupsi, kolusi dan nepotisme. Sudah sewajarnya negara membuka akses- akses supaya pahlawan ini segera muncul bak cendawan di musim hujan. Namun kenyataanya, negara lebih senang membuka nostalgia masa lalu ketika Hari Pahlawan menjelang. Miliaran dana dihabiskan demi menapak tilasi berbagai kisah heroik para pahlawan bangsa ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Ya, setiap tahun negeri ini merayakan Hari Pahlawan tanpa visi pahlawan masa kini. Lihatlah para pahlawan masa kini seperti yang disebut di atas tidak pernah mengharapkan penghargaan. Dan banyak dari anak bangsa negeri ini yang seharusnya mendapat predikat pahlawan masa kini, ternyata dipecat dari instansinya, diberangus aktivitas politiknya, dibungkam kritiknya, bahkan ada yang dihabisi akibat keberaniannya mengungkap kebenaran.
Termasuklah para TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang berkerja sebagai pembantu, kuli dan buruh di manca negara pantas disematkan lencana pahlawan masa kini. Mereka merupakan pahlawan devisa yang setiap bulan menyetorkan uang miliaran ke dalam kas negara. Ketika pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan kerja, TKI tidak menuntut balik pemerintah dengan aksi jalanan. TKI mencari solusi sendiri dengan berkerja ke luar negeri. Namun lagi-lagi negeri ini tidak peduli dengan pengorbanan pahlawan ini. Selama di negeri orang, pemerintah tidak mampu melakukan negosiasi dengan negara tempat TKI berkerja. Berbagai cerita duka tentang nasib tragis TKI akibat perbuatan sewenang-wenang majikannya sama sekali tidak menantang pemerintah guna campur tangan supaya kejadian yang tidak berprikemanusiaan terhadap TKI terulang lagi. Dipandangan pemerintah, TKI tidak lebih sebagai komoditas ekspor ketimbang dipandang sebagai pahlawan devisa. Jangankan melindungi nasib mereka di luar negeri, ketika pulang ke tanah air, mereka menjadi santapan lezat aparat birokrat dan pihak lain.
Pahlawan Masa Kini
Bangsa Indonesia kaya dengan pahlawan masa lampau, tetapi miskin pahlawan masa kini. Setiap tahun pemerintah tidak pernah kehabisan stok untuk mengangkat tokoh masa lalu menjadi pahlawan nasional, sementara itu tidak satu pun putra bangsa saat ini dilirik untuk dijadikan pahlawan masa kini. Apakah di antara putra bangsa ini tidak ada yang pantas menyandang predikat pahlawan antikorupsi? Apakah tidak ada di antara para TKI yang patut disematkan lencana kepahlawanan? Apakah Munir tidak cocok dianggap sebagai pahlawan kebenaran? Krisis multidimensi yang belum berakhir sebenarnya merupakan lahan subur lahirnya pahlawan masa kini. Pahlawan adalah sosok yang berjuang tanpa pamrih dalam berbagai bidang demi kepentingan banga dan tanah airnya. Memang mengharapkan dari birokrasi dan legislatif kita lahir pahlawan masa kini adalah sesuatu yang mustahil.
Birokrasi dan legislatif dipenuhi orang-orang yang tidak punya semangat berprestasi demi kemajuan bangsa. Kebanyakan para aparat di birokrasi masih beranggapan rakyat bukan untuk dilayani namun dijadikan santapan demi menggemukkan pundi-pundi mereka. Di mata rakyat aparat malah sering diplesetkan menjadi keparat ketimbang abdi rakyat gara-gara ulah oknumnya. Walau begitu, kita optimis di satu waktu nanti akan tampil juga pahlawan yang mampu memotong carut marut lini birokrasi yang memusingkan rakyat, pahlawan yang anti KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), pahlawan yang selalu menggunakan pedang keadilan tanpa pandang bulu ketika memutuskan perkara, dan pahlawan yang mampu mengeluarkan bangsa ini dari berbagai krisis yang melanda. Kita berharap di masa kepemimpinan SBY, lahir pahlawan-pahlawan masa kini. Kita tunggu saja apa memang ada.
Nasib bangsa ini ditentukan oleh dengus nafas kita sendiri dalam merebut kehidupan yang lebih sempurna. Kita semua pengisi kemerdekaan, berkewajiban bertindak berani tapi terkendali, cepat tetapi tepat, total tetapi tidak brutal, agar menjadi teladan, hingga terpahat di dinding hati para penerus kita di masa depan nanti, sebagai pahlawan sejati.
Hadirin shalat Jumat yang berbahagia,
Pada khutbah ini, khatib telah diminta oleh pihak Dewan Keluarga Masjid (DKM) Universitas Paramadina untuk menyampaikan tema kepahlawanan dalam Islam, khususnya dalam konteks keindonesiaan. Ini merupakan sebuah tema yang menarik untuk dikaji, mengingat sebagian bangsa kita cenderung mereduksi dan mempersempit makna pahlawan.
Kata pahlawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang berjuang dengan gagah berani dalam membela kebenaran. Dengan merujuk kata pahlawan yang tercatat dalam KBBI, menjadi pahlawan adalah hal yang memungkinkan bagi setiap orang, bahkan tukang sapu di jalan pun adalah seorang pahlawan. Dalam konteks kenegaraan/kebangsaan, seorang pahlawan yang beriman kepada Allah swt yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini di dalam al-Qur’an adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah (fî sabîl-i ‘l-Lâh). Seperti yang tercatat dalam QS al-Baqarah: 154: "Dan janganlah kalian sekali-kali mengatakan bahwa orang-orang yang berjuang (terbunuh) di jalan Allah itu mati melainkan mereka hidup tetapi kita tidak merasakan". Sesungguhnya para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, yang kita tahu maupun yang tidak kita tahu, mereka hidup, hidup di hati kita.
Hadirin sholat Jumat yang berbahagia,
Lantas, apa pelajaran yang dapat kita petik dari para pahlawan bangsa kita. Di sini khatib ingin menyampaikan sebuah cerita. Alkisah, seorang raja Persia yang bernama Kisrâ Anû Syirwân melakukan observasi ke rumah-rumah para penduduk kerajaannya. Ketika ia tiba di satu rumah, di sana ia menemukan seorang kakek yang menanam pohon di halaman rumah tersebut. Sang raja tertawa dan bertanya, "Wahai kakek, kenapa kau menanam sebuah pohon yang akan berbuah 10-20 tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun ke depan, sedangkan kau mungkin tahun depan sudah mati dan kau tidak dapat menikmati buah-buahan dari pohon yang telah kau tanam?". Dengan penuh senyum dan optimisme sang kakek menjawab, "Wahai raja, laqad gharas-a man qabla-nâ fa akal-nâ wa naghris-u nahn-u li-ya’kul-a man ba‘da-nâ, orang-orang sebelum kita telah menanam pohon dan buah-buahan dari pohon tersebut kita nikmati sekarang maka kita menanam kembali pohon yang buah-buahannya akan dinikmati oleh orang-orang setelah kita".
Dari cerita di atas kita dapat memetik sebuah pelajaran bahwa kemerdekaan ibarat sebuah pohon yang telah ditanam oleh para pahlawan bangsa ini kendati pun mereka tidak pernah menikmatinya melainkan kenikmatan tersebut kita rasakan sekarang.
Oleh karena itu, hadirin sholat Jumat Universitas Paramadina, khususnya para mahasiswa, mulai saat ini marilah kita bersama-sama berbuat untuk orang lain, orang-orang setelah kita. Marilah kita bersama-sama menanam pohon untuk mereka agar mereka dapat menikmati buah-buahan dari tanaman kita, hasil dari perbuatan kita, karena apa yang kita nikmati saat ini adalah hasil-hasil dari tanaman orang-orang sebelum kita.
Mudah-mudahan khutbah sederhana ini bermanfaat bagi kita semua untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada allah swt. Wa ‘l-Lâh-u a‘lam-u bi ‘l-shawâb
*Teks khutbah Jumat di Universitas Paramadina. Jakarta, 21 Nopember 2008
Bangsa kita setiap tahun merayakan Hari Pahlawan pada 10 November. Pada saat itulah kita mengenang jasa para pahlawan yang telah bersedia mengorbankan harta dan nyawanya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Kita memilih 10 November sebagai Hari Pahlawan karena pada tanggal tersebut 61 tahun silam para pejuang kita bertempur mati-matian untuk melawan tentara Inggris di Surabaya.
Saat itu kita hanya mempunyai beberapa pucuk senjata api, selebihnya para pejuang menggunakan bambu runcing. Namun para pejuang kita tak pernah gentar untuk melawan penjajah. Kita masih ingat tokoh yang terkenal pada saat perjuangan itu yakni Bung Tomo yang mampu menyalakan semangat perjuangan rakyat lewat siaran-siarannya radionya. Ruslan Abdul Gani yang meninggal beberapa waktu lalu, adalah salah seorang pelaku sejarah waktu itu.
Setiap tahun kita mengenang jasa para pahlawan. Namun terasa, mutu peringatan itu menurun dari tahun ke tahun. Kita sudah makin tidak menghayati makna hari pahlawan. Peringatan yang kita lakukan sekarang cenderung bersifat seremonial. Memang kita tidak ikut mengorbankan nyawa seperti para pejuang di Surabaya pada waktu itu.
Tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita wajib menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka. Karena itulah kita merayakan Hari Pahlawan setiap 10 November.
Akan tetapi kepahlawanan tidak hanya berhenti di sana. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan. Bukankah arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran? Bukankah makna pahlawan itu adalah pejuang gagah berani? Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan?
Menghadapi situasi seperti sekarang kita berharap muncul banyak pahlawan dalam segala bidang kehidupan. Dalam konteks ini kita dapat mengisi makna Hari Pahlawan yang kita peringati setiap tahun pada 10 November, termasuk pada hari ini. Bangsa ini sedang membutuhkan banyak pahlawan, pahlawan untuk mewujudkan Indonesia yang damai, Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kita mencatat beberapa wilayah Indonesia masih dihantui tindakan teror. Kita membutuhkan orang yang berani untuk menangkap pelakunya. Negeri kita sedang dililit kanker korupsi yang sudah mencapai stadium terakhir. Kita membutuhkan orang-orang berani untuk memberantasnya. Seorang ilmuwan pun bisa menjadi pahlawan dalam bidangnya berkat penemuannya yang dapat menyejahterahkan orang banyak. Seorang petugas pemadam kebakaran yang tewas saat berjuang mematikan api yang sedang membakar rumah penduduk adalah pahlawan juga.
Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Karena itu, hari pahlawan tidak hanya pada 10 November, tetapi berlangsung setiap hari dalam hidup kita. Setiap hari kita berjuang paling tidak menjadi pahlawan untuk diri kita sendiri dan keluarga. Artinya, kita menjadi warga yang baik dan meningkatkan prestasi dalam kehidupan masing-masing. Mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas ditembak dalam perjuangan reformasi sewindu lalu adalah pahlawan, meskipun negara belum menobatkan mereka sebagai pahlawan.
Memang tidak mudah untuk menjadi pahlawan. Mungkin lebih mudah bagi kita menjadi pahlawan bakiak, yaitu suami yang patuh (takut) kepada istrinya. Atau menjadi pahlawan kesiangan, yakni orang yang baru mau bekerja (berjuang) setelah peperangan (masa sulit) berakhir atau orang yang ketika masa perjuangan tidak melakukan apa-apa, tetapi setelah peperangan selesai menyatakan diri pejuang.
Hari ini kita merayakan Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pejuang pada masa silam. Kita bertanya pada diri sendiri apakah kita rela mengorbankan diri untuk mengembangkan diri dalam bidang kita masing-masing dan mencetak prestasi dengan cara yang adil, pantas dan wajar. Itulah pahlawan sekarang.
Sura Pembaruan, Jumat, 10 Nopember 200
Senin, 07 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar