Senin, 07 Desember 2009

artikel : QURBAN : SIMBOL KETAATAN DAN SOLIDARITAS SOSIAL

QURBAN : SIMBOL KETAATAN DAN SOLIDARITAS SOSIAL
Oleh : Asep Nurdin, S.Th.I, M.Pd
(Penais Kec. Cibingbin Kab. Kuningan)

Ada dua peristiwa penting yang terjadi pada setiap peringatan hari raya Idul Adha, pertama, sebagian umat Islam dari berbagai penjuru dunia berkumpul di Makkah al-Mukarramah untuk melaksanakan ibadah haji, kedua, penyembelihan hewan qurban.
Haji dan qurban merupakan ibadah yang saling terkait dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Karena, dalam ibadah haji, qurban merupakan bagian penting dalam rangkaian pelaksanaannya.
Di samping itu, ibadah haji dan qurban mengingatkan umat Islam  kepada sosok nabi yang istimewa dan mulia, yaitu nabi Ibrahim as. Melalui nabi Ibrahim inilah pertama kali haji dan qurban diperintahkan oleh Allah swt kepada umat manusia.
Allah swt berfirman : “Panggillah manusia untuk berhaji. Mereka akan mendatangimu dengan berjalan kaki dan dengan berkendaraan. Mereka datang dari segenap penjuru yang jauh, agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka ” (Surat Al-Hajj ayat 27 dan 28). Ayat ini ditujukan kepada Nabi Ibrahim as agar menyeru umat manusia untuk berhaji ke Baitullah. Dalam sejarah disebutkan bahwa Nabi Ibrahim as hidup sekitar 4000 ribu tahun yang lalu. Dengan demikian, haji merupakan ibadah yang sudah ribuan tahun yang lalu diperintahkan oleh Allah kepada umat manusia.
Begitu halnya dengan qurban. Awal perintah pelaksanaan qurban pada hakikatnya mengingatkan umat Islam terhadap peristiwa qurban yang diperintahkan Allah SWT kepada Nabi Ibrahim a.s. dan putra beliau, Nabi Isma`il a.s.
Perintah Allah kepada hamba-Nya, Ibrahim, bukanlah perintah untuk menyembelih hewan sembelihan/ternak, melainkan perintah untuk menyembelih anak kandungnya sendiri, yaitu Isma`il yang baru berusia 13 tahun dan sangat dikasihi oleh sang ayahanda. Di samping sebagai anak kesayangan, Isma`il merupakan anak satu-satunya bagi Ibrahim saat itu (sebab Ishaq belumlah lahir pada saat perintah Allah itu datang). Isma`il merupakan anak yang diperoleh Ibrahim pada hari tuanya, melalui doa demi doa yang dipanjatkan Ibrahim dalam jangka waktu yang lama, dengan maksud agar memperoleh keturunan yang akan melanjutkan penyebaran ajaran Allah. Isma`il, seorang anak yang dibesarkan dan dididik secara sempurna sehingga tumbuh menjadi pemuda yang hampir tiada cacat dari segala aspeknya, kini diperintahkan untuk disembelih oleh tangan ayahnya sendiri.
Sungguh suatu cobaan yang amat sangat berat bagi seorang ayah, kita dapat merasakan dan membayangkannya. Namun karena yang memerintahkan itu adalah Allah, maka perintah penyembelihan itu disanggupi Ibrahim tanpa ragu-ragu. Ketika perintah Allah itu disampaikan oleh Ibrahim kepada sang anak, dan ketika Isma`il ditanyai pendapatnya oleh sang ayah, maka Isma`il yang masih dalam usia remaja itu menjawab : “Wahai ayahanda, laksanakanlah apa yang diperintahkan Allah. Insya Allah, ayah akan mendapatiku sebagai anak yang sabar” (QS. As-Shaffat : 102)
Maka Ibrahim membawa Isma`il ke daerah Mina, ke suatu bukit yang kini disebut Jabal Qurban. Tiga kali Iblis menggoda Ibrahim untuk membatalkan niatnya, dan tiga kali pula Ibrahim menolak rayuan Iblis dengan lontaran kerikil. Penolakan terhadap godaan setan ini diabadikan Allah berupa syari`at melontar tiga jumrah di Mina bagi para jemaah haji. Setelah Isma`il direbahkan pada batu landasan penyembelihan, dan pedang ayahnya telah siap hendak menyentuh lehernya, maka ketika itu Allah Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana berfirman agar Ibrahim mengganti sembelihannya dengan seekor domba yang besar. Sebagaimana Firman Allah SWT: “Sesungguhnya ini benar-benar hanya ujian yang nyata, dan Kami tebus anak itu dengan seekor domba yang besar.” (QS. As-Shaffat 106-107)
            Setelah peristiwa tersebut, pelaksanaan qurban digantikan dengan penyembelihan hewan ternak, umumnya onta, sapi dan domba/kambing. Selanjutnya ibadah ini ditetapkan oleh agama sebagai simbol ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Sesuai dengan makna dari pada istilah ”qurban” itu sendiri yang berasal dari kata sifat qarib (dekat) dan kata kerja qaraba (mendekat). Pengertian ini erat hubungannya dengan proses taqarub, yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Penyembelihan hewan qurban bukan berarti sesajen seperti dalam tradisi primitif. Karena Allah tidak akan menerima daging dan darah hewan yang disembelih, tetapi ketaatan dan ketaqwaan yang mendorong berqurban itulah yang akan diterima oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya dalam Surat Al-Hajj ayat 37 yang artinya :
“Daging dan darah qurban itu takkan sampai kepada Allah, melainkan taqwa kalian yang sampai kepadaNya. Demikianlah Allah menyediakan daging qurban itu bagi kalian, agar kalian mengagungkan Allah atas segala petunjukNya kepada kalian, dan sampaikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang berbuat kebaikan”.

Ada beberapa kesamaan antara ibadah haji dan qurban. Di antaranya bahwa haji dan qurban merupakan simbol pengorbanan dan ketaatan kepada Allah. Dikatakan sebagai simbol pengorbanan karena dalam pelaksanaannya memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit. Terlebih lagi dengan ibadah haji, orang yang ingin melaksanakan ibadah haji, di samping harus menyiapkan bekal pengetahuan (ilmu), harus menyiapkan juga bekal kesehatan, tenaga dan harta atau materi yang lumayan banyak. Oleh karena itu, Allah memerintahkan haji bagi mereka yang mampu (QS. Ali Imran : 97).
Hal ini mengandung pelajaran kepada umat manusia, bahwa harta merupakan milik Allah dan harus dipergunakan di jalan-Nya. Sehingga dalam menjalani kehidupan di dunia ini, manusia jangan sampai terlalu mendewa-dewakan harta/materi. Materialisme telah menjangkiti dimensi-dimensi kehidupan manusia. Tidak sedikit orang yang menghalalkan segala cara hanya untuk mendapatkan harta dan menumpuk-numpuknya. Setelah harta berlimpah, mereka enggan mengeluarkannya di jalan Allah, mereka beranggapan bahwa dengan mengeluarkannya akan mengurangi kekayaannya padahal ”...Allah maha kaya dari seluruh alam” (QS. Ali Imran : 97).
            Begitu halnya dengan ibadah qurban. Ibadah qurban merupakan perintah kepada kaum muslimin yang memiliki kemampuan materi (ekonomi) untuk menyembelih hewan ternak. Tidak semua umat Islam mampu melakasanakan ibadah qurban. Karena qurban memerlukan pengorbanan materi sebagaimana juga ibadah haji. Seorang penafsir modern, Rasyid Ridha menyatakan bahwa ”ibadah qurban melambangkan perjuangan kebenaran dan ia harus melibatkan kesabaran, ketabahan dan pengorbanan”. Lebih jauh lagi, Ali Syariati berpendapat bahwa ”qurban yang diungkapkan melalui penyembelihan hewan adalah perumpamaan dan simbol untuk kemusnahan dan kematian ego yang rendah. Ini juga berarti menahan diri dari dan berjuang melawan ego dan individualisme yang seringkali mengajak kepada kesesatan dan kezaliman”.
Menyembelih hewan qurban, di samping sebagai simbol ketaatan dan rasa syukur kepada Allah swt, juga mempunyai dimensi solidaritas sosial yang tinggi. Karena sebagian besar daging sembilan hewan qurban harus dibagikan kepada kaum fakir miskin.
Semangat dan kerelaan berqurban yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma`il a.s. hendaklah menjiwai sikap hidup kita, sehingga kita dapat menunaikan perintah Allah untuk berjuang dijalanNya dengan harta dan potensi diri. Marilah kita jadikan Idul Adha sekarang ini sebagai momen penggugah kesadaran kita untuk secara bersama-sama mencurahkan pikiran, tenaga dan dana untuk membantu saudara-saudara kita yang saat ini tengah dilanda berbagai kesulitan hidup.

1 komentar:

  1. Biasanya semakin mendekati Idul Adha harga jual hewan qurban pasti semakin melambung tinggi saat mendekati Idul Adha, dan sering biasanya penjual memberi harga lebih murah di 3-5 bulan sebelumnya

    BalasHapus